Mengenai Saya

Foto saya
Probolinggo, Probolinggo/Jawa Timur, Indonesia

Senin, 06 September 2010

MENILIK KEBERADAAN MNC DI INDONESIA SEBAGAI BENTUK STATE CAPTURE CORRUPTION

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dimana membutuhkan dukungan dari negara-negara yang sedang maju. Negara-negara maju banyak menginvestasikan modalnya di Indonesia karena dianggap banyak memberikan keuntungan bagi pemananam modal. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan penanam modal adalah murahnya gaji buruh di Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan besar juga tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia.
Melalui Word Bank, WTO, dan IMF, negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan yang menginvestasikan modalnya mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia. Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang merugikan Bangsa Indonesia dan memberikan keuntungan yang berlipat bagi negara-negara maju dan perusahaan yang menamkan modalnya di Indonesia. Oleh sebab itu saya mengambil judul ”Menilik Keberadaan MNC di Indonesia sebagai Bentuk State Capture Corruption” sebagai judul makalah yang dibuat.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan MNC?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan State Capture Corruption?
1.2.3 Bagaimana hubungan antara MNC dengan State Capture Corruption di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui apakah yang dimaksud dengan MNC?
1.3.2 Mengetahui apakah yang dimaksud dengan State Capture Corruption?
1.3.3 Mangetahui bagaimana hubungan antara MNC dengan State Capture Corruption di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian MNC
MNC (Multinational Corporation) atau biasa dikenal sebagai Perusahaan Multinasional merupakan perusahaan yang bertaraf internasional dengan modal yang sangat besar. MNC biasanya menginvestasikan modalnya ke negara-negara berkembang, negara berkembang tersebut mempromosikan negaranya agar MNC menginvestasikan modal dan sumberdaya mereka dengan harapan mampu menciptakan ”locomotive effect” pada pertumbuhan dan kesejahteraan negara. Namun, menurut Petrella , ketika sebuah negara mencoba untuk menarik perusahaan asing untuk masuk, maka kehadiran perusahaan tersebut akan mengurangi dan bahkan menghilangkan kekuasaan dan peran dari pemerintah negara itu sendiri.
Di dalam mata uang logam, selalu ada dua sisi yang berbeda. Begitu juga dengan hadirnya MNC di Indonesia. Pertama, sebagai keuntungan dari hadirnya MNC’, pendapatan nasional pemerintah akan meningkat, investasi infrastruktur fisik, pendapatan dari pajak, serta pekerja yang terampil dan ber-skill .
Selanjutnya, keuntungan lain yang dihadirkan oleh MNCs adalah pemberdayaan dan penyerapan tenaga kerja lokal. Tidak dapat dipungkiri bahwa, kehadiran MNCs dapat menyediakan peluang kerja, pelatihan, serta transfer ilmu, tekhnologi, dan keterampilan bagi tenaga kerja local , yang mana akan berakibat pada meningkatnya tingkat produktivitas kerja ketimbang dengan pekerja pada perusahaan lokal .
Pada satu sisi, kehadiran MNC dipertanyakan pada sisi aspek kesejahteraan sosial, perlindungan lingkungan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan hubungan industrial dengan pekerja. Lebih jauh lagi, aspek negatif dari MNC menurut pendapat Colman dan Nixson ; di mana mereka menyatakan bahwa tujuan utama dari MNCs adalah untuk memaksimalkan keuntungan global dan seluruh tindakan mereka ditujukan untuk mencapai tujuan utama tersebut, dan bukan untuk mengembangkan negara tempat mereka berinvestasi. Kesejahteraan dan perkembangan dari Negara tuan rumah dianggap sebagai tanggungjawab dari pemerintah Negara yang bersangkutan.
Pemerintah dari negara-negara berkembang berkompetisi untuk menarik perhatian MNC. Akibatnya, tiap-tiap badan pemerintah berusaha untuk menciptakan kebijakan seperti menurunkan tingkat pajak, tax holiday policies, insentif, dan subsidi . Untuk menggambarkan posisi pihak pemerintah dan pihak MNCs, kita dapat menggunakan hukum “Supply and Demand” untuk menganalogikannya. Pemerintah negara-negara berkembang ini mewakili aspek supply/persediaan dengan adanya lokasi/daerah, tenaga kerja, dan material yang berasal dari sumberdaya alam lokal. Selanjutnya, MNCs merupakan pihak yang mewakili permintaan. Selanjutnya mudah, ketika persediaan lebih besar dari pada permintaan, maka posisi tawar MNC akan lebih besar daripada posisi tawar pemerintah, dimana MNC memainkan politik “take it or leave it”.
Selanjutnya, Moody mengemukakan bahwa pergerakan serikat pekerja di negara-negara berkembang sedang mengalami hari-hari yang suram. Melemahnya pergerakan serikat buruh disebabkan oleh tiga faktor utama, pertama, — sebagai unitaris —Manajemen Sumber Daya Manusia pada sebuah MNC tidak membutuhkan pihak ketiga untuk menjembatani kepentingan pihak pemodal dan pekerja. Akibatnya, pihak manajemen mengeluarkan kebijakan yang bersifat menggantikan atau menghapuskan serikat pekerja .
Kedua, dalam hal menarik investasi asing, negara melalui pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada pemilik modal yang berakibat pada penghapusan peran dari serikat pekerja. Sejauh ini, pemerintah Indonesia terkesan memaksakan revisi UU No. 13
Tahun 2003 terkait terbitnya Inpres No. 3 tahun 2006 tentang Paket Peraturan Perbaikan Iklim Investasi, yang di antaranya menyangkut ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah ingin mengurangi pengangguran dengan perbaikan iklim investasi, di mana hal yang menjadi ganjalan menarik minat investasi adalah adanya beberapa masalah utama di bidang ketenagakerjaan yang sering dibicarakan investor. Masalah tersebut antara lain, tentang besaran pesangon, status karyawan (outsourcing, dan pekerja kontrak), proses pemutusan hubungan kerja (PHK), unjuk rasa, dan upah. Hal ini dilakukan untuk meredam gejolak atau masalah yang bisa saja mengganjal MNC dalam pengoperasian.
Ketiga, disebabkan oleh perubahan popularitas dari serikat pekerja itu sendiri, dimana kaum kapitalis, — melalui sumberdaya yang tak terbatas dan jaringan media yang tersedia, — dapat dengan mudah membentuk opini publik terhadap serikat pekerja.
Kehadiran MNC selalu saja tidak dapat dipisahkan dengan masalah hak asasi manusia. Masalah-masalah tersebut berupa pembayaran upah di bawah standard, eksploitasi pekerja di bawah umur, diskriminasi gender, pelecehan seksual, bekerja di bawah paksaan, dan lingkungan kerja yang tidak aman . Pada tahun 2000, International Labour Organization (ILO) mengemukakan fakta bahwa terdapat lebih dari 200 juta anak-anak pada usia 5-14 tahun terlibat dalam kegiatan eksploitasi pekerja di negara kurang berkembang. Pada aspek pembayaran upah, terdapat ketimpangan yang sangat signifikan antara pekerja dan pemilik modal. Kita ambil contoh seorang pekerja level supervisor yang bekerja pada pabrik NIKE yang hanya memperoleh US$ 18 per hari, di mana seorang Philip H. Knight — Presiden dari NIKE Inc. — dapat memperoleh US$ 4526 per hari , berdasarkan fakta tersebut, dapat kita bayangkan bagaimana dengan upah mereka yang bekerja sebagai buruh kasar.
Selain itu, ada juga ketentuan lain mengenai pesangon yang merugikan buruh dan pekerja, yaitu ketika perusahaan tutup karena alasan force majeur, maka perusahaan tidak wajib membayar uang pesangon kepada buruh atau pekerja. Lebih lanjut, diskriminasi gender juga turut dipraktekkan pada kehadiran MNC. Upah bagi pekerja perempuan hanya 68% dari upah pria. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada sector buruh/pekerja kasar, perempuan lulusan universitas (S1) mendapatkan 25% lebih kurang dari yang didapatkan oleh lulusan pria . Kaum perempuan juga lebih cenderung dipekerjakan pada sistem kontrak atau sebagai karyawan temporer. Sistem ini mengijinkan perusahaan untuk membayar gaji lebih rendah kepada karyawan kontrak daripada karyawan permanen, untuk tugas dan waktu kerja yang sama.
Pemerintah negara-negara berkembang tengah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi, mereka mencoba untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan cara menarik investasi asing. Akan tetapi pada sisi yang lain, ada begitu banyak opportunity cost yang mereka harus bayar sebagai akibat dari tindakan tersebut.
Untuk mengatur kegiatan operasional dari MNC di dalam pengawasan terhadap perlakuan terhadap pekerjanya, seharusnya terdapat kontrak internasional, kode etik, standar minimum dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dielaborasi sacara bersama-sama oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), dan sebaiknya di mediasi oleh badan pemerintah yang berwenang seperti Kementerian Tenaga Kerja / DEPNAKER . Seluruh hak dan kewajiban dari semua pihak yang terkait idealnya tercantum dengan jelas di dalam kontrak. Bagaimanapun juga, paling kurang terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan dan dihormati oleh pihak MNC, yaitu “1) kebebasan berserikat, 2) tawar menawar dan proses negosiasi secara kolektif, 3) adanya transparansi dari pihak MNC, 4) penyelesaian masalah secara musyawarah, dan 5) seluruh syarat dan peraturan yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan di tempat kerja” . Walaupun konsep Corporate Social Responsibility (CSR) telah diterapkan oleh sebagian besar MNC, pada kenyataannya hanya bisa menghapus sebahagian kecil dari citra buruk kapitalistik MNC. ditambah dengan fakta adanya fleksibilitas pasar buruh (labor market flexibility) dengan model outsourcing yang marak dipraktikkan oleh sebagian besar perusahaan yang tanpa memberikan batasan jenis pekerjaan, akan berpotensi menjadikan buruh dan karyawan bebas "diperjualbelikan". Tulisan ini mengajak untuk membuka mata kita bahwa kita tidak perlu hanya menyandarkan perekonomian kita kepada investasi asing semata, tetapi juga ikut mengandalkan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) sebagai sokoguru perekonomian bangsa ini. Kita tentu berharap agar tuntutan para karyawan/buruh/pekerja akan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah bangsa ini dan nantinya menciptakan kebijakan yang berpihak kepada buruh dan pekerja.

2.2 Pengertian State Capture Corruption
State Capture Corruption merupakan bentuk kegiatan korupsi yang melibatkan negara dan penanam modal. Pengertian negara disini adalah negara dalam arti luas yaitu negara dengan kapasitas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Negara dan penanam modal melakukan persekongkolan sehingga negara dirugikan. Level korupsi ini bisa dikatakan sebagai korupsi yang paling sulit untuk tersentuh oleh tangan hukum, karena negara mampu mengesahkan undang-undang guna melegalkan apa yang menjadi kebutuhan dari penanam modal dengan skala yang besar.
Korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dan penanam modal ini sangat sulit diberantas karena kegiatan yang dilakukan sesuai dengan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum sehingga para penegak huum sulit untuk menyeret para pelaku korupsi tersebut.

2.3 Hubungan antara MNC dengan State Capture Corruption di Indonesia
Pendirian MNC di Indonesia tentunya tidak lepas dari peranan Pemerintah Indonesia. Indonesia merupaka Negara yang sedang berkembang dan memiliki hutang luar negeri dengan jumlah yang sangat banyak. Hal ini membuat Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa guna mematuhi peraeturan yang ditetapkan oleh kreditor kelas dunia. Melalui 3 lembaga seperti WTO, IMF, dan World Bank, MNC mampu mengendalikan Pemerintahan Indonesia. Memaksa pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang merugikan Indonesia dan menguntungkan MNC.
John Perkins dalam buku Confessions of an Economic Hit Man menjelaskan bahwa dalam rangka membangun imperium global, maka berbagai korporasi besar, bank, dan pemerintah bergabung menyatukan kekuatan financial dan politik untuk memaksa masyarakat dunia mengikuti kehendak mereka. Korporatokrasi mempunyai kemampuan menekan Negara dalam membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan dirinya. Misalnya : pembebasan pajak.
Korporatokrasi mempunyai kemampuan untuk membayar aparat Negara agar melindungi/menjaga usaha-usaha bisnisnya, termasuk perwira-perwira tinggi militer dan kepolisian. Korporatokrasi mempunyai kemampuan dan kewenangan untuk mengeksploitasi SDA yg ada di Indonesia dengan bagi hasil yg lebih menguntungkan korporatokrasi. Korporatokrasi mempunyai kekuatan untuk menekan Negara agar membuat Undang-Undang yg menguntungkan usaha bisnis korporatokrasi.
Korporatokrasi sanggup menekan Negara agar menjual perusahaan-perusahaan BUMN atau swasta yang prospektif dengan harga yang sangat murah. Contoh : BCA, Indosat (Garuda, Merpati Nusantara Airlines, BNI, Waskita Karya, PTPN, dll) . Adanya persengkongkolan anatara MNC dengan Pemerintah Indonesia sejauh ini tidak mampu dijerat hukum dikarenakan Pemerintah Indonesia melalui undang-undang yang dibuat mampu melegalkan peraturan-peraturan yang seyognyanya menguntungkan pihak MNC. Contoh nyata hal yang paling merugikan kita antara lain adalah privatisasi BUMN, Pencabutan subsidi BBM, dan Pasar Bebas.
Hal tersebut, merupakan syarat-syarat yang di buat oleh IMF untuk Indonesia sebagai imbalan atas pinjaman luar negeri yang dialirkan ke Indonesia. Tentu saja hal tersebut merugikan Negara Indonesia. Syarat yang diajukan tersebut merupakan bagian dari “Mantra Washingtonn Konsensus” yaitu sebuah pedoman yang sengaja dibuat agar dipatuhi oleh Negara-negara yang berkembang sehingga memberikan keuntungan yang besar bagi investor.


BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Sebagai penutup dari penulisan makalah ini, maka yang dapat saya simpulkan bahwasannya keberadaan MNC di Indonesia berpengaruh besar terhadap keadaan masyarakatnya. Pemerintah melakukan State Capture Corruption sehingga tidak mampu di proses secara hukum dikarenakan Pemerintah telah membuat kebijakan-kebijakan ataupun peraturan-peraturan yang disahkan oleh undang-undang. Hal tersebjut mebuat keberlangsungan korupsi itu sendiri berjalan secara aman tanpa kuatir mendapatkan jeratan hukum.

3.2 Saran
Pemerintah sebaiknya memikirkan kembali tentang langkah-langkah yang akan diambil dalam menetukan masa depan bangsa. Tergiur dengan fee dari MNC hanya akan merugikan bangsa kita pada masa sekarang, maupun masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA


http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20496/akuisisi-perusahaan-tidak-bisa-dilakukan-dengan-cara-penggabungan diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://www.majalahtrust.com/bisnis/interview/1268.php diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://www.perspektif.net/article/article.php?article_id=480 diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/15630/15622 diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://indonext.ppi-australia.org/articles/teroka/Proceeding.pdf diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/10/john-pilgers-sang-penguasa-dunia-baru-di-indonesia/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://blog.unm.ac.id/ikhwanmaulana/files/2010/02/MULTINATIONAL-CORPORATIONS-DAMPAKNYA-BAGI-INDONESIA.pdf diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://blog.beswandjarum.com/sigitandi/masalah-investasi-british-protelium-indonesia-di-papua-serta-implikasinya-pada-kehidupan-lokal.html diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/03/24/fakta-fakta-tersembunyi-sby-jk-3-utang-negara-membengkak-1667-triliun/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/02/13/fakta-fakta-tersembunyi-pemerintah-sby-jk-1/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/02/13/fakta-fakta-tersembunyi-pemerintah-sby-jk-ekonomi-2/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/17/iklan-penurunan-bbm-sby-dan-demokrat-busuk-hentikan/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://users.nlc.net.au/mpi/indon/minahasaraya.html diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://www.echowindani.co.cc/2009/12/akibat-buruk-investasi-di-tanah-papua.html diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://infoindonesia.blogdetik.com/2007/11/16/privatisasi-air-dan-kepentingan-mnc-imf-dan-bank-dunia/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://cidesonline.org/content/view/227/65/lang,id/ diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB
http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=11262 diakses tgl.17 Juni 2010 pkl. 17.17 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Interest People